Sabtu, 31 Maret 2012

Informasi Halaman :
Author : Alip Hadi Mujiono, Staf Pengajar TIK di SMP NU 02 Dukuhturi Kabupaten Tegal.
Judul Artikel :
URL : http://tahrirmansur84.blogspot.com/2012/03/drama-naskah-drama-kabayan-di-negeri.html
Bila berniat mencopy-paste artikel ini, mohon sertakan link sumbernya. ...Selamat membaca.!
Drama

Naskah Drama
Kabayan di Negeri Romeo


Karya
Rosyid E. Abby




DRAMATIC PERSONAE
SUTRADARA
PROF. KABAYAN
ITEUNG, isteri Kabayan
ROMEO, putera bangsawan keluarga Montague
JULIET, puteri bangsawan keluarga Capulet,kekasih Romeo
PANGERAN PARIS, calon suami Juliet
PANGERAN DENMARK, sahabat Pangeran Paris
PANGERAN ENGLAND, sahabat Pangeran Paris
ROSALINA, cinta pertama Romeo
PAPI CAPULET, ayahanda Juliet
MAMI CAPULET, ibunda Juliet
PAPI MONTAGUE, ayahanda Romeo
MAMI MONTAGUE, ibunda Romeo
INANG PENGASUH, pengasuh Juliet




SATU

PENTAS MENGGAMBARKAN SEBUAH RUANGAN LABORATORIUM, ATAU BISA JUGA RUANG BELAKANG SEBUAH RUMAH YANG DIJADIKAN TEMPAT EKSPERIMEN. 
TAMPAKLAH KABAYAN (PROF. KABAYAN) SEDANG MENELITI HASIL CIPTAANNYA DENGAN SEKSAMA. HASIL CIPTAANNYA ITU BERUPA… MESIN WAKTU! TAK BERAPA LAMA DIA MANGGUT-MANGGUT, WAJAHNYA MENYIRATKAN RASA BANGGA.  

PROF. KABAYAN
(MENGHADAP PENONTON, MENGHELA NAPAS) Hhhh… Akhirnya selesai juga… Tak percuma saya begadang tiap malam, sampai-sampai lupa pada kewajiban suami terhadap istri. Bayangkan, sudah satu tahun lebih saya mengerjakan eksperimen ini. Lupa makan, lupa tidur, lupa segala-galanya. Tapi, coba lihat hasilnya…. (MENUNJUK MESIN WAKTU CIPTAANNYA)… Mesin Waktu ciptaan saya ini sudah terwujud dengan sempurna. Dengan Mesin Waktu ini, saya --Profesor Kabayan--, bakal sohor ka awun-awun, kawentar ka janapria. Di televisi, di majalah, di koran-koran, bahkan di berbagai situs dunia maya sekali pun, nama Profesor Kabayan bakal selalu menghias berbagai pemberitaan. Ya, betapa tidak… dengan Mesin Waktu ciptaanku ini… (BERGAYA SEPERTI ORANG BERDEKLAMASI)… aku melanglang waktu demi waktu, abad demi abad. Aku bisa melanglang ke jaman purba atau bahkan ke jaman avant garde yang belum tentu dialami manusia masa kini. Bihari, kiwari, baringsupagi, bakal aku singgahi. 

SUTRADARA
(MASUK PENTAS SAMBIL MARAH-MARAH) Etah, etah, ari maneh, Seblu... ! Disuruh akting eh malah deklamasi! Akting, akting! Prolog-nya juga jangan terlalu panjang, Monoton. Nanti penonton bosan. Kalau penonton sudah merasa bosan, nanti pada bubar. Kalau penonton pada bubar, siapa coba yang akan nonton pertunjukan kita?!

PROF. KABAYAN
Kalau tidak ada penonton mah, Pak Sutradara, sudah saja jangan main.

SUTRADARA  
(GERAM) Jangan main bagaimana?! Percuma kita latihan kalau tidak main! 

PROF. KABAYAN 
Ah, Pak Sutradara ini bagaimana, sih? Ikhlaskan saja kita bermain, Pak, tak usah ada pamrih supaya kita ditonton orang.

SUTRADARA
(AGAK SINIS) Ooo, jadi maunya kamu ditonton binatang, begitu?

PROF. KABAYAN
Bukan begitu, Pak Sutradara. Pak Sutradara kan sering wanti-wanti pada pemain, pada kita, pada aktor-aktornya, bahwa bermain teater itu harus ikhlas, jangan dibebani rasa pamrih. Bukan begitu, Pak Sutradara?

SUTRADARA
(MAKIN GERAM) Bukan! Maksudnya bukan begitu, Seblu! Dengarkan ya baik-baik… Ikhlas dalam bermain teater itu adalah… ikhlaskan hati, lenturkan rasa kita, supaya kita lebur dengan peran yang kita mainkan.

PROF. KABAYAN
Jadi…

SUTRADARA
Sudah! Sekarang sudah bukan waktunya diskusi.

PROF. KABAYAN
Tapi…

SUTRADARA
Tidak ada “tapi”! Cepat, segera mainkan peran kamu!

SUTRADARA BERLALU DARI TEMPAT ITU. KABAYAN MELONGO, SAMBIL GELENG-GELENG KEPALA, KEMUDIAN MENGGARUK-MENGGARUK-GARUK KEPALANYA YANG TAK GATAL.

PROF. KABAYAN
(MENGGERUTU) Huh, tidak demokratis! Sok! Mau menang sendiri!  (SAMBIL KEMUDIAN MENGHAMPIRI MESIN WAKTU CIPTAANNYA ITU. MENELITINYA KEMBALI DENGAN SEKSAMA. MANGGUT-MANGGUT KEMBALI, WAJAHNYA MENYIRATKAN RASA BANGGA.)  

TIBA-TIBA MUNCULLAH ITEUNG SAMBIL MEMANGGIL-MANGGIL. 

ITEUNG
Kang Kabayan, Kang Kabayan, Kang Kabayan...!

PROF. KABAYAN MASIH ASYIK MENATAP DAN MENELITI MESIN CIPTAANNYA ITU. TAK HIRAU PADA TERIAKAN ITEUNG. MERASA TAK DIHIRAUKAN, TENTU SAJA ITEUNG MENJADI MARAH KARENANYA.

ITEUNG
Kang Kabayan!

TETAP TAK DIHIRAUKAN.

ITEUNG
Kang Kabayan!

KARENA MASIH TAK DIHIRAUKAN, ITEUNG SEGERA MENCOPOT SELOPNYA, LALU DILEMPARKANNYA KE ARAH KABAYAN.

ITEUNG
(SAMBIL MELEMPAR SELOP) Kang Kabayan!

KABAYAN KAGET BUKAN ALANG-KEPALANG.

PROF. KABAYAN
Ari nyaneh, Iteung! Apa-apaan kamu teh, hah...! Ka salaki teh bukan aya hormatnya Si Jikan mah. Malah mengganggu keasyikan salaki!

ITEUNG
Huh, memangnya jendral dihormat-hormat. Jangankan jendral, Akang mah prajurit juga bukan!

PROF. KABAYAN
E, e, eh… masa yang namanya jikan tidak tahu profesi salaki?! Akang teh sudah waktunya dihormat-hormat. Dihargai!

ITEUNG
Memang, barang antik masih bisa dihargai. Akang mah bukannya antik, tapi sudah kelewat jadul. Diobral juga bakal jatuh harga!
 
PROF. KABAYAN
Astagfirulloh, etah-etah Si Jikan! Heh, Iteung, begini-begini juga Si Kabayan ini salaki kamu. Lebihnya lagi, Si Kabayan ini sudah jadi  profesor... Profesor Kabayan!

ITEUNG
Wuah, profesor juga profesor linglung! Tahu modalna, lah, Iteung mah...

PROF. KABAYAN  
Nah kalau sudah tahu modal salaki mah, kewajiban istri buat menutupi rahasia. Tidak membongkar aib suami, Jaga privasi. Jangan terlalu transparan… Nanti orang lain ngelunjak pada kita… Kan kata ustad, kiyai dan para ulama juga, suami istri itu harus saling menjaga aibnya masing-masing, tidak dibuka-buka ke sembarang orang…  

ITEUNG
Alah, sok agamis! Silakan saja ngomong seenak udelmu, tokh orang tidak akan percaya sama omonganmu itu!

PROF. KABAYAN
Kajeun. Tidak dipercaya sama orang juga tidak apa. Yang penting mah kamu harus percaya sama omongan salaki. Percaya omongan salaki teh hukumnya wajib!

ITEUNG
(SINIS) Oh, wajib ya?! Wajib?! Sekarang baru kepikir sama Iteung, jadi istri mah banyak wajibnya ketimbang hak-nya!

PROF. KABAYAN
Hak? Hak apa, Jikan? Hak apa? Kan punya hak juga sama kamu mah tidak dihargai, malah dibuang dilempar-lempar. Tuh, lihat selop kamu… (MENUNJUK PADA SELOP YANG TADI DILEMPARKAN ITEUNG), buktinya kamu tidak menghargai hak sendiri, tahu?!

ITEUNG
Seblu kamu, Kabayan! Jangan pake bahasa pelesetan, siah! (SAMBIL SEGERA MENGAMBIL SELOPNYA, MEMAKAINYA KEMBALI.)

PROF. KABAYAN
Etah, etah Si Iteung, ka Profesor Kabayan nyebut setan? Yeuh, Jikan, Kabayan mah sudah jadi profesor, siah, bukan setan bukan hantu. Bukan genderewo bukan kuntilanak!

ITEUNG
Iya, bukan setan bukan hantu, bukan genderuwo bukan kuntilanak, tapi uka-uka sia mah. Profesor linglung, siah!

PROF. KABAYAN
Heh, apa buktinya Akang linglung?! Kalau linglung mah atuh, Akang tidak akan bisa bikin mesin waktu!

ITEUNG
Sudah! Sudah! Jangan banyak omong lagi! Profesor juga nyatanya mah tidak punya wibawa!

PROF. KABAYAN
Heh, apa, Jikan? Mau punya wibawa bagaimana, kalau kamu yang jadi istri tidak menaruh hormat pada suami?!

ITEUNG
Sudah! Diam! Diam!

PROF. KABAYAN
Tidak! Tidak akan diam, sebelum kamu diam mah!

ITEUNG
Iya, iya! Iteung akan diam. Asal Akang juga diam.

PROF. KABAYAN
Heh?! Kan kamu sendiri yang ngajak ribut teh. Harusnya mah kamu yang diam duluan!

ITEUNG
Ya wajar we ngajak ribut! Teu beurang teu peuting, kerjaanmu cuma ngurus-ngurus nu kitu patut!

PROF. KABAYAN
E,e,e..., apa nu kitu patut teh, hah? Apa?!

ITEUNG
Itu!  (MENUNJUK MESIN WAKTU) Tinimbang ngurus istri, Akang mah lebih anteng ngurus yang begituan…

PROF. KABAYAN
Tuh, kamu mah susah diajak ngomong yang bener teh. Sudah, ah. Akang lapar! (SAMBIL BERLALU MENINGGALKAN TEMPAT ITU)

ITEUNG
(BERTERIAK) Kang Kabayan! Kang Kabayan...!

PROF. KABAYAN
(DARI LUAR) Sudah, sudah! Akang mau makan dulu! Supaya ada tenaga buat ngajak berantem kamu!

ITEUNG
Jig bae rek makan mah. Kejona ge da euweuh, wew! (BERANJAK PERGI, MENGIKUTI KABAYAN)


DUA

PENTAS MENGGAMBARKAN SEBUAH TAMAN DI VERONA, ITALIA.
PENTAS MASIH KOSONG SEBELUM AKHIRNYA MUNCUL  JULIET, SAMBIL BERTERIAK-TERIAK.  

JULIET
(BERLARI KE SANA KEMARI SAMBIL BERTERIAK-TERIAK) Help me…! Help me…! Help me…!

SUTRADARA
(MASUK, KEMBALI MARAH-MARAH) Kamu ini! Apa-apaan manggil-manggil Helmi? Peran kamu kan Juliet, masa memanggil-manggil nama Helmi? Yang harus kamu panggil adalah Romeo, pasangan abadi tokoh yang akan kamu perankan!  

JULIET
Pak Sutradara, aku….

SUTRADARA
(TAK MENGGUBRIS) Heh, kamu tahu tidak… Pujangga Inggris William Shakespeare, ketika menciptakan dua sejoli Romeo dan Juliet, penuh dengan perasaan yang sangat romantis dan melankolis. Penuh aroma percintaan yang sangat indah, meskipun ujung-ujungnya sangat tragis. Soal nama pun, ia pertimbangkan dengan pemikiran dan perasaan yang sangat mendalam, sehingga lahirlah tokoh monumental sekaligus legendaris: “Romeo and Juliet”! Bukannya “Helmi dan Juliet”…

JULIET
Pak Sutradara, bukannya…

SUTRADARA
(TAK MENGGUBRIS JUGA) Bukan! Sekali Romeo tetap Romeo, bukan Helmi! Masa kamu tidak tahu kisah tragisnya “Romeo and Juliet”? Jangan kamu ganti nama Romeo dengan nama Helmi, nanti Eyang Shakespeare marah!

JULIET
Pak Sutradara…

SUTRADARA
Sudah! Mainkan sekali lagi!

JULIET
Pak Sutradara… dengarkan dulu…

SUTRADARA
Sudah! Tidak ada waktu untuk berdebat! Tuh, lihat… (MENUNJUK KE DEPAN, KE ARAH PENONTON) penonton sudah tidak sabar ingin tahu kelanjutan cerita ini. Hayoh main lagi! (SAMBIL HENDAK BERLALU)

JULIET
Pak Sutradara….

SUTRADARA
(MENGHENTIKAN LANGKAH) Apa lagi?

JULIET
Maksudku… bukan “helmi”, tapi “help me…”

SUTRADARA
(TANPA EKSPRESI) Oh, “help me”… Kenapa tidak ngomong dari tadi…? Ya, sudah! Mainkan lagi peran kamu! (BERLALU DARI TEMPAT ITU)

JULIET
(KEMBALI BERLARI-LARI SAMBIL BERTERIAK-TERIAK) Help me…! Help me…! Help me…! 

TIDAK LAMA MUNCULLAH ROMEO.

ROMEO
Wahai Juliet… Ada apakah gerangan sampai kau berteriak-teriak meminta pertolongan?

JULIET
Oh, Romeo, Romeo… kebetulan sekali kau datang. Oh, Romeo… (SAMBIL MENOLEH KE SANA KEMARI)

ROMEO
Bicaralah, Juliet!  Biar rasa sesak di dadamu lapanglah sudah… Biar beban di hatimu meringan bagai kapas diterbangkan angin. Biarlah aku jadi tumpuan curahan hatimu. Maka bicaralah, Juliet! Apa gerangan yang menghantui dirimu sehingga engkau berteriak-berteriak minta tolong.

JULIET
Oh, Romeo… Aku tak sanggup mengatakannya…

ROMEO
Katakanlah, Juliet!

JULIET
Oh, Romeo… Kedua orangtuaku hendak menjodohkan aku dengan Pangeran Paris. Sedangkan engkau tahu, hatiku tidak untuk dia…

ROMEO
Lalu, kenapa engkau berlari-lari seakan ketakutan? Apakah kamu dikejar hantu, wahai Juliet?

JULIET
(CEMAS) Ah, Romeo… Cepat, sembunyikanlah aku. Sekarang bukan saatnya bercanda. Aku dikejar-kejar Pangeran Paris, Pangeran Denmark, dan Pangeran England. Kau tahu kan, Pangeran England dan Pangeran Denmark itu sahabat-sahabat karibnya Pangeran Paris. Mereka merasa kecewa dan marah karena sahabatnya, Pangeran Paris, cintanya telah kutolak. (SEMAKIN CEMAS, KARENA MENDENGAR LANGKAH-LANGKAH KAKI SEMAKIN MENDEKAT) Oh, Romeo… dengarkan, langkah-langkah kaki mereka semakin mendekat. Cepatlah, Romeo… Sembunyikan aku, cepat!    

ROMEO
Jangan takut, Juliet! Aku siap jadi pahlawanmu. Akan kuhadapi mereka tanpa rasa takut sedikit pun. Pantang bagi Romeo melarikan diri. (SAMBIL MENCABUT PEDANGNYA YANG MENGGANTUNG DI PINGGANG) Dengan pedangku ini, akan kubabat habis mereka!

JULIET
Tidak, Romeo. Jangan hadapi mereka! Bahaya. Nanti urusannya tambah runyam. Cepatlah, tak ada waktu lagi bagi kita berdiam diri. (SEMAKIN KETAKUTAN) Dengar, Romeo, mereka sudah semakin dekat. Ayo kita lari!

JULIET SEGERA MENGGAET TANGAN ROMEO, DAN MENGAJAKNYA PERGI DARI SANA.
BEGITU ROMEO DAN JULIET MENGHILANG DARI TEMPAT ITU, MUNCULLAH PANGERAN PARIS DENGAN KEDUA SAHABATNYA, PANGERAN ENGLAND DAN PANGERAN DENMARK, SAMBIL MENENGOK KE SANA-KEMARI, MENCARI-CARI.

PANGERAN PARIS
Sialan! Ke mana larinya dia?

PANGERAN DENMARK
Aku tahu pasti, tadi dia lari ke arah sini.

PANGERAN ENGLAND
Apa mungkin dia diumpetin mahluk halus? Karena jelas-jelas, tadi dia lari ke arah sini!

PANGERAN PARIS
Ngaco, kamu! Mahluk halus apa? Taman ini taman bebas mahluk halus. Bersih dari gangguan semacam itu. Makanya, kau jangan terlalu banyak baca buku horror, nanti imajinasimu terlalu liar.

PANGERAN DENMARK
(SEPERTI TERINGAT SESUATU)  Eh, apa mungkin dia lari ke rumahnya Romeo?

PANGERAN PARIS
Tidak! Tidak mungkin. Bagaimana pun juga, keluarga Montague tak akan mengijinkan seorang pun dari keluarga Capulet menginjak rumahnya. Kau tahu sendiri kan, bagaimana kedua keluarga itu saling memendam dendam karena permusuhan yang tak pernah ada ujungnya.

PANGERAN ENGLAND
Ya, begitulah. Itulah sebabnya mengapa Juliet, anak gadis dari keluarga Capulet, dilarang keras berhubungan dengan Romeo, pemuda dari keluarga Montague. Dalam situasi seperti ini, justru yang beruntung adalah kau, Pangeran Paris. Kau dijodohkan oleh orangtuanya Juliet, dengan maksud menjauhkannya dari Romeo.

PANGERAN PARIS
Beruntung bagaimana? Buktinya, dia milih minggat daripada hidup bersamaku.
   
PANGERAN DENMARK
Apa mungkin dia dibawa kabur Romeo?

PANGERAN PARIS
Kalau memang begitu, kurang ajar sekali dia! Artinya dia ngajak bertarung dengan kita.

PANGERAN ENGLAND
Biar! Biar nyaho dia, siapa kita! Berurusan dengan kita, berarti cari mampus!

MUNCULLAH ROSALINA KE TEMPAT ITU, TANPA MENYADARI SEKELILINGNYA.
MEREKA LANGSUNG MEMPERHATIKAN ROSALINA.  

ROSALINA
(BICARA SENDIRI, SAMBIL SENYUM-SENYUM) Oh, Romeo… Seandainya kau punya keberanian menyatakan cinta, saat itu pula akan kuungkapkan betapa aku pun mencintaimu lebih dari yang lainnya. Oh, Romeo…

ROSALINA KEMUDIAN MEMETIK SETANGKAI BUNGA. DAN DENGAN MATA TERPEJAM, DICIUMNYA BUNGA ITU, DIHIRUPNYA DALAM-DALAM. SEMENTARA DIA BEGITU RUPA, PANGERAN PARIS PERLAHAN MENDEKAT, BERDIRI DI HADAPANNYA.

ROSALINA
(SAMBIL TERPEJAM) Ah, seandainya… seandainya kau punya keberanian menyatakan cinta, saat itu pula akan kuberikan bunga mawar yang harumnya melebihi keharuman rambutku. Oh, Romeo… Romeo… Rom… (KAGET, KARENA SAAT MEMBUKA MATA, DI HADAPANNYA TELAH BERDIRI PAGERAN PARIS) Oh… Pangeran Paris! Maaf… (TERSIPU MALU) 

P. PARIS
Sedang apa kau?

P. ENGLAND
(TERTAWA) Rupanya Rosalina yang cantik ini masih tergila-gila sama Si Romeo.

P. DENMARK
(TERTAWA) Dan rupanya dia belum tahu, bahwa laki-laki yang digilainya itu telah tergila-gila pada perempuan lain. 

P. PARIS, P. DENMARK DAN P. ENGLAND TERTAWA SERENTAK. ROSALINA TERBENGONG-BENGONG.

ROSALINA
A…a… apa maksud kalian?

P. PARIS
Apa kau tidak tahu? Romeo sedang ada hubungan khusus dengan Juliet!

ROSALINA
Hubungan khusus…? Maksudnya… pacaran? Mereka saling… jatuh cinta?

P. DENMARK
Ya. Dan sekarang Juliet menghilang. Ada kemungkinan dibawa kabur oleh pujaan hatimu itu.

ROSALINA
Tidak! Tidak mungkin! Romeo tidak mungkin jatuh cinta sama Juliet. Aku tahu, hubungan keluarga mereka tidak harmonis. Mereka sangat bermusuhan.

P. ENGLAND
Itulah sebabnya, kenapa kami punya anggapan bahwa Romeo lah yang membawa lari Juliet. Karena hubungan mereka tak mendapat restu dari kedua belah pihak. Lagi pula, Juliet telah dijodohkan dengan Pangeran Paris!

ROSALINA
(GEMBIRA) Oh, benarkah?!

P. PARIS
Benar! (PADA TEMAN-TEMANNYA) Ayo, kita cari lagi! Makin berlama-lama, makin jauh dia minggat. Ayo cepat, kita cari lagi.

MEREKA BERLALU DARI TEMPAT ITU. TINGGALLAH ROSALINA SEORANG DIRI. TAPI KEMUDIAN DIA BERGEGAS MENYUSUL.

ROSALINA
Heh, kalian tunggu! Aku ikut! (BERGEGAS KELUAR)


TIGA

KE TAMAN YANG SAMA, MUNCULLAH PAPI DAN MAMI CAPULET. MEREKA KEMUDIAN DUDUK DI SEBUAH KURSI/BANGKU YANG ADA DI TAMAN ITU.

P. CAPULET
(MENGHELA NAPAS DALAM-DALAM, LALU MENGGELENG-GELENGKAN KEPALA)
Aku tak habis pikir, mengapa Juliet, putri semata wayang kita, harus terlibat asmara dengan anaknya Si Montague.

M. CAPULET
Namanya juga anak muda, Pih. Apalagi kalau keduanya dihadapkan pada urusan cinta, mereka tak peduli dari kalangan mana dan dari golongan apa mereka berasal. Cinta itu kan tak pandang bulu, Pih.  

P. CAPULET
(KESAL) Memang, tapi tak seharusnya mereka terlibat cinta! Cinta mereka cinta yang tak mendapat restu dari nenekmoyang kita!

M. CAPULET
Tenanglah, Pih, tokh anak kita itu telah dijodohkan dengan Pangeran Paris. Mudah-mudahan cinta mereka terputus dengan hadirnya calon mantu kita itu.

TIBA-TIBA MEREKA DIKEJUTKAN DENGAN MUNCULNYA PAPI DAN MAMI MONTAGUE.

MAMI CAPULET
Eh, lihat, Pih, siapa yang datang?

PAPI CAPULET MENENGOK KE ARAH MUNCULNYA PAPI DAN MAMI MONTAGUE.  
PAPI DAN MAMI MONTAGUE DUDUK DI KURSI TAMAN,  DI SUDUT YANG BERLAINAN, TANPA MENYADARI ADANYA PAPI DAN MAMI CAPULET DI SANA.
SEMENTARA MEREKA BERBINCANG, PAPI DAN MAMI CAPULET MEMPERHATIKAN MEREKA PENUH SELIDIK SAMBIL SESEKALI BERBISIK-BISIK.

MAMI MONTAGUE
Tidak bisa tidak, pokoknya kita harus pisahkan anak kita dengan Si Juliet.

PAPI MONTAGUE
Mau pisahkan bagaimana, Mih? Mereka sudah begitu masketnya. Tak mungkin lagi kita pisahkan.

MAMI MONTAGUE
Tak ada yang tak mungkin di dunia ini, Pih. Jangankan yang taraf pacaran, yang sudah menikah pun banyak yang kawin cerai. Lihatlah para politisi kita, para pejabat negara, lihat pula para celebrities di Kota Verona ini, berapa persen yang dapat mempertahankan keutuhan cinta mereka?! Sedikit, Pih! Mereka bahkan sering kawin-cerai.

MAMI CAPULET
(PADA SUAMINYA) Heh, sok tau! Sok moralis! Apa hubungannya Juliet dengan semua itu? Ngomong kok ke sana-kemari! Tidak fokus!
  
PAPI CAPULET
(MENEMPELKAN TELUNJUK PADA BIBIRNYA) Ssst… Jangan dulu banyak bicara! Dengarkan dulu, apa maunya mereka?!

MAMI MONTAGUE
Dengarkan, Pih, Masih banyak perawan-perawan cantik dibandingkan Si Juliet itu. Huh, tak tahu diri! Sok! Kayak yang cantiknya selangit saja. Lebih cantikan aku di masa muda ketimbang dia! (MERAJUK) Akuilah, Pih, aku cantik kan?

PAPI MONTAGUE
(MENGGANGGUK, TERSENYUM) Iya, iya! Kamu cantik! 

MAMI CAPULET
Ge-er amat! Cantik dari mana, heh?! Muka kayak badak begitu dibilang cantik!       

PAPI CAPULET
(SEPERTI BICARA SENDIRI) Tapi kuakui, waktu muda dia memang sangat cantik.

MAMI CAPULET
(MENDELIK MARAH) Apa? Cantik katamu? Jadi…. jadi… kamu juga pernah naksir dia ya?

PAPI CAPULET
Eh, bukan begitu, Mih. Cantik sih memang, tapi aku tak pernah jatuh hati pada wanita lain selain pada dirimu. Lagi pula, meskipun dia cantik, tokh kecantikan kamu lebih bersinar dari dia.    

MAMI CAPULET
(MERAJUK) Huh, gombal!

TIBA-TIBA MASUKLAH INANG PENGASUH JULIET DENGAN TERGESA-GESA, MENGHAMPIRI PAPI DAN MAMI CAPULET. WAJAHNYA MENYIRATKAN KEKHAWATIRAN YANG AMAT SANGAT.

INANG PENGASUH
Celaka…! Celaka…! Celaka…!

MENYAKSIKAN ITU, PAPI DAN MAMI MONTAGUE PUN TERHENTI DARI PERBINCANGANNYA, SERTA KEMUDIAN PERHATIAN MEREKA TERTUJU PADA ADEGAN BERIKUTNYA.

MAMI MONTAGUE
(KAGET, MEMPERHATIKAN ADANYA MUSUH MEREKA DI SANA, TAK JAUH DARI TEMPAT MEREKA DUDUK) Oh, my God… Sejak kapan mereka ada di sana, Pih?

PAPI MONTAGUE
Entahlah! Mungkin sejak kita datang ke tempat ini. Atau mungkin juga jauh sebelumnya sudah di sini, hanya saja kita tidak menyadarinya.

MAMI MONTAGUE
Oh, my God… Apa mungkin mereka tadi nguping pembicaraan kita, Pih?

PAPI MONTAGUE
(ACUH) Kalau pun iya, apa pedulinya?!

INANG PENGASUH
(MASIH TIDAK BISA MENGUASAI DIRINYA) Celaka, Tuan! Celaka, Nyonya!

PAPI CAPULET
Kamu ini! Siapa yang celaka, hah?

INANG PENGASUH
Celaka…! Celaka…! Celaka!

MAMI CAPULET
Bicara yang jelas! Kenapa? Ada apa kamu?

INANG PENGASUH
Nona menghilang, Nyonya! Nona menghilang, Tuan!

PAPI & MAMI CAPULET
(SERENTAK, KAGET, SALING BERPANDANGAN) Apa? Menghilang?

INANG PENGASUH
(KETAKUTAN) Iya, Tuan… Iya, Nyonya…

MAMI CAPULET
Kurang ajar kamu! Tugasmu apa sih?! Masa inang pengasuh tidak tahu tugasnya apa?!

INANG PENGASUH
(MASIH KETAKUTAN) Tahu, Nyonya! Tapi…

MAMI CAPULET
(MELOTOT, MARAH) Kalau tahu, kenapa Nona bisa hilang dari pengawasanmu heh!  

INANG PENGASUH
Soalnya, Nyonya… e… soalnya…

PAPI CAPULET
Walaupun Nona sudah bukan ABG lagi, tapi tugasmu tetap sebagai inang pengasuh. Tetap harus mengasuh dan menjagai dia sampai masanya dia kawin!   

MAMI CAPULET
(KESAL) Tidak salah lagi, pasti dibawa kabur anaknya Si Mentega!  

KELUARGA MONTAGUE YANG SEJAK TADI MENGUPING PEMBICARAAN MEREKA, MERASA GUSAR, DAN KEMUDIAN MENGHAMPIRI MEREKA.

MAMI MONTAGUE
Heh, hati-hati ya kalau bicara! Kami bukan keluarga Mentega, tapi Mon-te-gue!

MAMI CAPULET
Heh, mahluk dari mana ini?! Tak ada hujan tak ada petir, tiba-tiba muncul sambil marah-marah begitu! Tak tahu diri!

MAMI MONTAGUE
Cis! Kamu yang tak tahu diri! Menghina keluargaku seenak udelmu! Perlu kamu tahu, nama kebangsawanan kami bukan Mentega, tapi…

MAMI CAPULET
Memang bukan Mentega, tapi Margarine!

PAPI MONTAGUE
Nyonya! Kami harap Nyonya tidak menghina nama kebesaran kami! Di antara kita boleh saja bermusuhan, tapi ingat… nama mencerminkan kehormatan. Kalau Nyonya menghina nama kami, artinya Nyonya menghina kehormatan kami juga. Paham?!
  
PAPI CAPULET
(SINIS) Hahaha… Rupanya keluarga Montague ini masih berbangga hati dengan nama. Hal yang sepele kukira. Sangat sepele dibandingkan dengan penghinaan anak kalian yang telah membawa lari anak kami! Begitukah perbuatan seorang bangsawan? Terhormatkah yang demikian itu?!

PAPI MONTAGUE
Jaga mulutmu, Capulet! Siapa yang membawa lari anak kalian, heh? Siapa?

PAPI CAPULET
Siapa lagi kalau bukan anakmu, Si Romeo?! Dia seringkali mempengaruhi anakku supaya dia bisa hidup bersama anakmu yang tidak sopan itu. Tidak tahu malu!

PAPI MONTAGUE
Heh! Justru anakmulah yang tidak tahu malu! Anak gadis koq tidak bisa menjaga etika dan tatakrama. Menggoda laki-laki, seperti pelacur pinggiran jalan saja!

MAMI CAPULET
Apa? Anakku seperti pelacur?! (PADA SUAMINYA) Pih… Ini sudah keterlaluan, Pih! Tak bisa kita biarkan, Pih!   

MAMI MONTAGUE
Lantas, mau kamu bagaimana, heh?

INANG PENGASUH
Iya… bagaimana, Nyonya?

MAMI CAPULET
(MEMBENTAK) Apanya yang bagaimana?! Sudah, jangan ikut campur, kamu! Cepat cari Nona kamu! Awas! Kalau tidak ketemu, tahu rasa, kamu! Cepat, tunggu apa lagi!

INANG PENGASUH
Iya, iya… Nyonya… (SEGERA BERLALU DARI TEMPAT ITU)

MAMI CAPULET
Sudahlah, Pih. Yang lebih penting kita cari dulu anak kita. Percuma saja bicara dengan mereka. Nanti kalau ada apa-apa dengan anak kita, baru kita teruskan lagi urusan yang belum selesai ini. (PADA PAPI DAN MAMI MONTAGUE) Dan kalian, kalau ada apa-apa dengan anak kami, awas ya! Ayo, Pih… (MENGGAET LENGAN SUAMINYA)

PAPI DAN MAMI CAPULET SEGERA MENINGGALKAN TEMPAT ITU, MENINGGALKAN PAPI DAN MAMI MONTAGUE YANG MEMENDAM MARAH. PAPI DAN MAMI MONTAGUE SALING BERPANDANGAN. TAK LAMA KEMUDIAN MEREKA PUN BERLALU.   


EMPAT

MASIH DI SEBUAH TAMAN DI VERONA, ITALIA.
ITEUNG MUNCUL DENGAN WAJAH TERBENGONG-BENGONG. DIA MEMANDANG KE SEKELILINGNYA DENGAN WAJAH KEHERANAN.

ITEUNG
(MEMANGGIL-MANGGIL) Kang Kabayan…! Kang Kabayan…! Geuwat, tingali geura ka dieu! Di nagara mana ieu teh?

PROF. KABAYAN
(MUNCUL, MENGHAMPIRI ITEUNG) Naon, Jikan?

ITEUNG
(TETAP MENGITARI PANDANG KE SEKELILING, TAK MEMPERHATIKAN KEHADIRAN SUAMINYA) Ari ieu di nagri mana? Di jaman naon, nya? Mani asing kieu!

PROF. KABAYAN
(SAMA-SAMA KEBINGUNGAN) Nyao atuh, Jikan! Moal kitu di Nagri Manaboa mah?!

TIBA-TIBA MUNCULLAH SUTRADARA DENGAN GAYANYA YANG EKSENTRIK.

SUTRADARA
Cut! Cut! Cut!

PROF. KABAYAN
Eh, teu kaur maen! Ada apa lagi atuh, Pak Sutradara?! Kita kan lagi akting, sudah konsentrasi, sudah bermain imajinasi, mau bagaimana lagi?!

SUTRADARA
Seblu! Jangan pake bahasa Sunda! Ini kan tontonan untuk umum, bukan untuk budayawan dan pejabat Sunda saja.  

PROF. KABAYAN
Wah, Pak Sutradara ini kayak yang anti-Sunda saja… Ini urusannya sudah ke wilayah etnis, Pa Sutradara. Kalau urusannya sudah menyangkut etnis, bisa berabe nantinya.

SUTRADARA
Heh, jangan jadi provokator ya! Bukannya anti, tahu?! Tapi hargailah penonton. Siapa tahu di antara penonton itu ada yang tidak mengerti bahasa Sunda.

PROF. KABAYAN
Eh, ari Pak Sutradara… Kita kan maen drama teh di Tanah Pasundan, Pak Sutradara, ya wayahnya saja atuh penonton teh kudu ngarti bahasa Sunda… Lagi pula, apa ruginya sih pake bahasa Sunda, itung-itung dalam rangka pelestarian bahasa daerah we ini mah atuh. Supaya kita tidak dicap banyak wacana.

SUTRADARA
Dasar seblu! Dalam rangka, dalam rangka! Bukan pada tempatnya, tahu?! Heh, dengar ya, sutradara itu saya, bukan kamu! Kamu sebagai pemain, sebagai aktor, harus nurut pada apa yang diperintahkan sutradara! Paham?! (SAMBIL BERLALU KELUAR)

PROF. KABAYAN       
(MENGGERUTU) Wah, tetep teu demokratis Sutradara teh! Cupet!

SUTRADARA
(MUNCUL LAGI) Apa? Dedengean teh jiga Cepot? Gini-gini juga Sutradara!  (KEMUDIAN BERLALU LAGI)

PROF. KABAYAN
(GELENG-GELENG KEPALA, KEMUDIAN BERAKTING LAGI) Wah, Iteung…  Kawasna mah ieu teh di Nagri Manaboa, Nagri Antah Berantah. Tuh tingali, kaayaan tamanna ge beda jeung di urang.

SUTRADARA
(BERTERIAK DARI LUAR) Seblu…! Dialognya pake bahasa Indonesia!    

PROF. KABAYAN
(BERTERIAK JUGA, MENAHAN KESAL) Iya, iya!

ITEUNG
Kang Kabayan… Iteung mah takut…  Sudah saja kita pulang, yuk!

PROF. KABAYAN
Sudah kepalang, Jikan! Kita selidiki saja dulu!

ITEUNG
Takut, Kang Kabayan… Mungkin saja kita ada di jaman purba, di jaman dinosaurus.

PROF. KABAYAN
Hehehe… Jikan, Jikan… Mana mungkin di jaman dinosaurus ada bangku taman mah atuh. Tuh, lihat… itu kan bangku taman seperti di kita juga… Masa kamu tidak ingat, dulu kan kita pernah duduk berduaan di bangku taman yang seperti ini, Jikan. Kamu ingat tidak, malam itu pas bulan purnama, kita duduk di Taman Alun-Alun Bandung…

ITEUNG
(MENELITI KURSI/BANGKU TAMAN) Iya, hampir sama. Tapi ini mah kesannya klasik sekali, beda sekali dengan bangku yang di Taman Alun-Alun itu.
 
SAAT KEDUANYA SEDANG MENELITI/MELIHAT-LIHAT KURSI TAMAN ITU, MUNCULLAH PANGERAN PARIS, PANGERAN DENMARK, PANGERAN ENGLAND DAN ROSALINA. KABAYAN DAN ITEUNG SUNGGUH KAGET DIBUATNYA.

ITEUNG
Kang Kabayan, Kang Kabayan… Lihat, ada orang planet, Kang Kabayan! Artinya kita ada di planet, tapi planet apa ya, Kang Kabayan? Apa mungkin planet di luar angkasa?

PROF. KABAYAN
Hus! Kampungan sekali kamu mah, Jikan. Mereka memang orang planet. Planet bumi! Sama seperti kita!

ITEUNG
Tapi, kenapa atuh penampilannya begitu patut!

PROF. KABAYAN
Nyao atuh!

P. PARIS
Heh, who are you? Apa kalian ini manusia apa hantu, hah?

P. DENMARK
Kalau manusia, manusia dari mana kalian?

P. ENGLAND
Kalau hantu, hantu dari alam mana kalian datang, hah?
         
ROSALINA
Dan… kenapa kalian kemari? Ada tujuan apa? Apa kalian yang menolong Romeo sembunyikan Juliet?

KABAYAN
(KEPADA ITEUNG) Heh, Jikan, kamu dengar kan? Heheh, teu sangka… kita ini masuk ke jaman Romeo and Juliet.

ITEUNG
Apa? Jaman Rhoma Irama? Atuh itu mah masih jaman kita.

PROF. KABAYAN
Hus! Tuh kuping buka lebar-lebar. Bukan Rhoma Irama, tapi Romeo and Juliet.

ITEUNG
(HERAN) Ro-meo… and Ju-li-et? Jaman apa itu teh?

PROF. KABAYAN
Eh, dasar kuuleun! Bodo kamu mah. Bonganna teu ngambeu sakola.

P. PARIS, P. DENMARK, P. ENGLAND DAN ROSALINA SALING PANDANG.

P. PARIS
Heh, ditanya malah asyik ngobrol berdua, kalian! Cepat, jawab pertanyaan kami tadi!

PROF. KABAYAN
Kami mah orang Pasundan, Mister. Kami tidak kenal dengan yang namanya Romeo, juga Juliet.

ROSALINA
Orang Pasundan? Di mana itu? Dan kenapa kalian datang kemari?

PROF. KABAYAN
Wah, sulit kalau diterangkan mah. Diterangkan juga mungkin kalian tidak akan tahu tempatnya, tidak akan mengerti.

P. ENGLAND
Jadi kamu menganggap bodoh sama kita-kita orang ya?

PROF. KABAYAN
Bukan. Sama sekali bukan begitu, Mister. Kalian tidak akan mengerti, karena selain tempatnya sangat jauh dari sini, juga rentang jamannya pun sangat jauh berbeda dengan jaman di mana kalian hidup.

P. PARIS
Heh, kamu orang jangan berbelit-belit ya. Singkat, padat, tegas! Maksud omonganmu itu apa, hah?

PROF. KABAYAN
Mister, kami ini berasal dari suatu tempat, dan dari suatu jaman yang berbeda dengan jaman kalian. Kami datang ke sini menggunakan Time Machine ciptaan kami.

P. PARIS, P. DENMARK, P. ENGLAND, ROSALINA
(SALING PANDANG, SERENTAK) What? Time Machine?

SEMUA TABLO.

KETIKA ITULAH MUNCUL SUTRADARA, KEMUDIAN BERDIRI DI TENGAH, MENGHADAP PENONTON.

SUTRADARA
Singkat cerita, Profesor Kabayan dengan mesin waktunya itu sanggup mencarikan Juliet. Tapi, di hati kecilnya, Kabayan lebih bersimpati pada Romeo dan Juliet, karena dia sering mendengar dan membaca tentang kisah kasih mereka, kisah kasih yang suci hingga harus mengalami peristiwa tragis: kasih membawa mati, asmara membawa ajal! Tapi maaf, bukan sengsara membawa nikmat ya! Kabayan hendak menyelamatkan mereka agar peristiwa tragis itu tak pernah terjadi. Mari, kita saksikan adegan berikutnya dari drama ini.
(MENOLEH KE PARA PEMAIN YANG MASIH TABLO DI TEMPATNYA MASING-MASING) Heh, kalian mau sampai kapan jadi patung? Cepat bubar, adegan mau dilanjutkan.

SEMUANYA TERSENTAK. SALING PANDANG. KEMUDIAN SEMUANYA (TERMASUK SUTRADARA) BERLALU DARI TEMPAT ITU.


 
LIMA

DI SUATU TEMPAT DI VERONA, DI TAMAN YANG BERBEDA DENGAN TAMAN SEBELUMNYA.  
JULIET MASUK DIIRINGKAN ROMEO.

ROMEO
Oh, Juliet… demi rembulan yang cahayanya menyepuh pucuk pepohonan di sana, aku bersumpah…

JULIET
Diamlah, Romeo, janganlah bersumpah demi bulan. Wujud bulan selalu berubah setiap saat. Dia kadang-kadang bulat penuh, kadang-kadang tinggal sepotong, kadang-kadang pula tersisa seperti sabit. Aku tak mau sumpahmu itu berubah setiap saat.

ROMEO
Lalu, demi apa aku bersumpah, supaya kau tahu bahwa cintaku tak akan berpaling darimu?

JULIET
Bersumpahlah demi dirimu sendiri. Aku percaya pada cinta sucimu itu.

ROMEO
Hanya saja, Juliet… hanya saja di antara kita ada tembok penghalang yang tak mudah kita lewati. Permusuhan di antara keluarga kita tak kunjung damai. Malah kian meruncing saat mereka tahu bahwa kita sedang menjalin cinta.

JULIET
Oh, Romeo… Kenapa namamu harus Romeo? Kenapa aku harus Juliet? Kenapa kau dilahirkan dari keluarga Montague, sedangkan aku harus ditakdirkan sebagai Capulet?

ROMEO
Juliet, semua itu tak perlu kau pertanyakan. Kehendak Tuhan memang penuh misteri.          

JULIET
Oh…. Kenapa kau harus menjadi musuhku, Romeo? Tapi di mataku, kau adalah dirimu sendiri, bukan Montague, bukan siapa-siapa. What is a name. Ya, apalah artinya sebuah nama. Tokh seandainya bunga mawar tidak bernama mawar, harumnya akan tetap saja sebagai bunga mawar. Karena itu, siapa pun namamu, engkau tetaplah Romeo yang kucinta sepenuh hati. Bersumpahlah, Romeo, kau akan tetap mencintaiku meskipun aku sudah tiada.

ROMEO
Heh, apa maksudmu Juliet? Kenapa kau bicara seperti itu?

JULIET
Tidak, Romeo…. (MEMANDANG KE SUATU TEMPAT, MENGALIHKAN PEMBICARAAN) Ah, kau lihat, Romeo…. Di sana ada sekuntum mawar sedang tumbuh… (MENUNJUK KE TEMPAT YANG DI PANDANGNYA) Petiklah buat aku, sebagai tanda cintamu itu!

ROMEO MEMANDANG KE TEMPAT YANG DITUNJUK JULIET.

ROMEO
Baiklah, demi gadis yang kucinta sampai mati, akan kupetik mawar itu. Akan kupersembahkan untukmu sebagai tanda cintaku yang paling dalam.

ROMEO KEMUDIAN BERGEGAS MENINGGALKAN TEMPAT ITU, HENDAK MEMETIK MAWAR YANG DIINGINKAN JULIET.
SEMENTARA DITINGGALKAN KEKASIHNYA, DARI BALIK GAUNNYA JULIET SEGERA MENGELUARKAN BOTOL KECIL BERISI RACUN.
SETELAH MEMANDANG KESANA-KEMARI, DENGAN AGAK RAGU-RAGU, DITEGUKNYALAH SEGERA RACUN TERSEBUT. DAN PADA AKHIRNYA, JULIET PUN TERKULAI LEMAS.
KETIKA AKHIRNYA MUNCUL ROMEO SAMBIL MEMBAWA “PESANAN” JULIET, DIDAPATINYA JULIET SUDAH TERBUJUR KAKU. ROMEO SEGERA MEMBURU TUBUH TERBUJUR ITU.

ROMEO
Oh, Juliet… Juliet… Apa yang terjadi, Juliet? (MATANYA TERTUMBUK PADA BOTOL KECIL BERISI RACUN. DITELITINYA BOTOL ITU DENGAN PERASAAN SANGAT TERPUKUL) Oh, Juliet, kenapa kau lakukan ini. Kenapa, Juliet? Bukankah aku telah bersumpah akan mencintaimu sampai kapan pun?

KEMUDIAN, DENGAN PERLAHAN ROMEO MENGELUARKAN PEDANG KECIL YANG TERSELIP DI PINGGANGNYA. DENGAN PERLAHAN-LAHAN PULA UJUNG PEDANG ITU IA TUJUKAN PADA ULU HATINYA.
LALU… DENGAN SEKUAT TENAGA, DENGAN KEDUA TANGANNYA, IA AYUNKAN PEDANG KECIL ITU MENUJU ULU HATINYA. DAN… ROBOHLAH ROMEO DENGAN TUBUH BERSIMBAH DARAH.
PADA SAAT ITU MUNCULLAH PROF. KABAYAN DENGAN ITEUNG, DIIRINGKAN  PANGERAN PARIS, PANGERAN DENMARK, PANGERAN ENGLAND, DAN ROSALINA. MEREKA SEGERA BERHAMBURAN MENGHAMPIRI KEDUA MAYAT TERSEBUT.
PANGERAN PARIS MERASA DIIRIS-IRIS HATINYA. IA MEMELUK TUBUH JULIET YANG TELAH MENJADI MAYAT, SAMBIL MENYEBUT-NYEBUT NAMANYA.  
ROSALINA PUN TAK KALAH HISTERISNYA. IA MEMANGGIL-MANGGIL ROMEO SAMBIL MEMELUK TUBUH YANG BERSIMBAH DARAH ITU.      
      
PROF. KABAYAN
(KEPADA ITEUNG) Wah, Jikan… terlambat… Padahal Akang teh pengin pisan nulungan Romeo dengan Juliet teh… Supaya mereka terhindar dari tragedi seperti ini…

ITEUNG
Namanya juga takdir, Kang Kabayan. Kita mah hanya mampu berusaha, sementara takdir tak bisa kita lawan.

PADA SAAT ITU MUNCULLAH INANG PENGASUH, YANG MEMBURU KE ARAH MAYAT JULIET.

INANG PENGASUH
(MENJERIT) Nonaaa… (KEMUDIAN BERLARI KE LUAR PENTAS)

BEBERAPA SAAT KEMUDIAN, INANG PENGASUH DATANG LAGI BERSAMA PAPI DAN MAMI CAPULET, DI BELAKANGNYA MENYUSUL PAPI DAN MAMI MONTAGUE.
MEREKA BERHAMBURAN MENGHAMPIRI JASAD ANAKNYA. KEDUA KELUARGA MEMELUK TUBUH ANAKNYA MASING-MASING, SAMBIL BERTERIAK-TERIAK MEMANGGIL NAMANYA.
KETIKA ITULAH, PANGERAN PARIS DAN ROSALINA MENGHAMPIRI PROF. KABAYAN DAN ITEUNG, YANG SEDARI TADI MENYAKSIKAN PERISTIWA ITU DENGAN PERASAAN TAK MENENTU.   

P. PARIS
Kalian hidup di abad masa depan. Mungkin di masa depan, di mana kalian hidup, ada obat mujarab yang bisa menyembuhkan mereka berdua.

PROF. KABAYAN
Tidak, Mister… Saya tidak bisa melawan takdir. Mereka sudah tidak bernyawa lagi…

ROSALINA
(MEMOHON DENGAN SANGAT) Tolonglah… Bagi yang sudah mati pun, mungkin ada obatnya. Bukankah abad  di mana kalian hidup itu, segalanya serba canggih? Tolonglah, selamatkan mereka. Kami berdua rela…, seandainya bisa hidup kembali, kami rela melepaskan mereka. Biarlah mereka berdua menikmati cintanya yang tak bisa terpisahkan itu.    

PROF. KABAYAN
Maaf, Nona… Di jaman apa pun, di abad super atau mega canggih pun, kematian tidak akan ada obatnya. Itu adalah takdir. Biarlah peristiwa mencatat, mereka mati demi mempertahankan cinta mereka. Mereka mati demi perdamaian kalian. Mereka yang mati adalah korban ambisi-ambisi kalian. Maaf, kami permisi… Kami hendak kembali lagi ke abad di mana kami menjalani hidup…(KEPADA ITEUNG) Hayu, Jikan!

KABAYAN DAN ITEUNG SEGERA MENINGGALKAN TEMPAT ITU, DIIKUTI PANDANGAN MATA P. PARIS DAN ROSALINA. MENINGGALKAN MEREKA YANG TENGAH DIRUNDUNG DUKA.
  

ENAM

PENTAS MENGGAMBARKAN SEBUAH PEKARANGAN DEPAN RUMAH YANG SANGAT SEDERHANA.
KABAYAN DENGAN MEMAKAI KAOS OBLONG DAN PANGSI, DILILIT KAIN SARUNG, KELUAR MENUJU BALE-BALE YANG TERLETAK DI PEKARANGAN RUMAH ITU. PENAMPILANNYA TAMPAK KUSUT, DENGAN RAMBUT ACAK-ACAKAN. SEMENTARA MATANYA MASIH TERPEJAM, ATAU MEREM-MEREM AYAM,  RUPANYA IA SEDANG TIDUR SAMBIL BERJALAN.
IA SEGERA MEMBARINGKAN DIRINYA DI BALE-BALE ITU. DAN KEMBALI TIDUR DENGAN NIKMATNYA. SESEKALI BIBIRNYA MENYUNGGINGKAN SENYUM. SESEKALI PULA TERTAWA. 
DARI LUAR TIBA-TIBA TERDENGAR SUARA ITEUNG MEMANGGIL-MANGGIL NAMANYA. 

ITEUNG
(DARI ARAH LUAR) Kabayan, Kabayan, Kabayan...!

KABAYAN MASIH TETAP BERBARING, SAMBIL MENGUAP BEBERAPA KALI.
ITEUNG MUNCUL DARI SEBUAH TEMPAT, MUNGKIN DARI DALAM RUMAH. KETIKA DILIHATNYA KABAYAN SEDANG TIDUR, ITEUNG GELENG-GELENG KEPALA.

ITEUNG
Astagfirulloh al’adzim… Tidak ada kenyangnya kamu tidur, Kabayan! Teu di kamar teu di luar, dasar pelor, nempel sama bantal langsung saja molor! (MENGHAMPIRI DAN SEGERA MEMBANGUNKAN KABAYAN) Kabayan…! Kabayan…! Kabayan…!

TAPI TETAP SAJA KABAYAN TAK BANGUN-BANGUN.  ITEUNG SEGERA MENGAMBIL SELOP YANG DILETAKKANNYA AGAK JAUH DARI SANA. LALU DARI AGAK JAUH  ITEUNG MELEMPARKAN SELOP ITU KE ARAH KABAYAN.

ITEUNG
(SAMBIL MELEMPAR SELOP) Kang Kabayan!

MERASA KAGET OLEH SERANGAN MENDADAK ITU, KABAYAN SEGERA BANGUN.  

KABAYAN
(SAMBIL MENGGISIK-GISIK MATANYA) Ari nyaneh, Iteung! Apa-apaan kamu teh, hah...! Ka salaki teh bukan aya hormatnya Si Jikan mah. Malah mengganggu tidur salaki saja!

ITEUNG
Huh, memangnya jendral dihormat-hormat. Jangankan jendral, kamu mah prajurit juga bukan!

KABAYAN
Astagfirulloh, etah-etah Si Jikan! Heh, Iteung, begini-begini juga Si Kabayan ini salaki kamu. Lebihnya lagi, Si Kabayan ini sudah jadi  profesor... Profesor Kabayan!

ITEUNG
Wuah, profesor ti mana horeng! Ngimpi kampu mah, Kabayan! Ngimpi!

KABAYAN
(MERASA KEBINGUNGAN) Heh, ngimpi?

ITEUNG
Iya, ngimpi! Jangankan profesor, SD juga tidak lulus kamu mah.

KABAYAN
(MENCUBIT-CUBIT LENGANNYA) Ngimpi? Ah, maenya sih? (TERUS SENYAM-SENYUM PADA ITEUNG) Ya sudah atuh, sana ke dapur. Siapkan sarapan. Akang mau sarapan.  

ITEUNG
Siapkan sendiri, sana! Enak saja, bangun tidur maunya diladeni!

KABAYAN  
Ya iya atuh. Kan kamu teh pamajikan Akang. Tugas seorang istri mah harus meladeni salaki. Meladeni salaki teh hukumnya wajib!

ITEUNG
(SINIS) Iya, da istri mah banyak wajibnya ketimbang hak-nya!

KABAYAN
Hak? Hak nanahaon, Jikan? Hak naon? Kan punya hak juga ku kamu mah tidak dihargai, malah dibalang-balangkeun geuning. Tuh, lihat selop kamu (MENUNJUK PADA SELOP YANG TADI DILEMPARKAN ITEUNG), buktinya kamu tidak menghargai hak sendiri, tahu?!

ITEUNG
Seblu kamu, Kabayan! Jangan pake bahasa pelesetan, siah! (SAMBIL SEGERA MENGAMBIL SELOPNYA)

KABAYAN
Etah, etah Si Iteung, ka salaki nyebut setan? Kawalat siah!

ITEUNG
Tuda boga salaki teh…

KABAYAN
Sudah, ah. Akang lapar! (SAMBIL BERLALU MENINGGALKAN TEMPAT ITU)

ITEUNG
(BERTERIAK) Kang Kabayan! Kang Kabayan...!

KABAYAN
(DARI LUAR) Sudah, sudah! Akang mau sarapan dulu! Supaya ada tenaga buat memerangi kamu!

ITEUNG
Jig bae rek sarapan mah. Kejona ge da euweuh, wew! (BERANJAK PERGI, MENGIKUTI KABAYAN)



SELESAI

(Versi lain dari naskah “Mesin Waktu” dan “Kabayan Langlang Jaman” karya Rosyid E. Abby)

Bandung, 2009-2010

____________________________________________________________________________

Untuk mementaskah naskah ini mohon untuk menghubungi penulis
(sekedar pemberitahuan)

Rosyid E. Abby
Hp: 0818227202


Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di www.roomantik.com

0 komentar: