SUNAN
KALIJAGA
EPISODE
MASA MUDA
ADEGAN I
Sunan
Kalijaga dilahirkan pada tahun 1450, putra dari Tumenggung Wilatika (sang
adipati Tuban), nama kecilnya Raden Sahid. Sejak kecil Raden Sahid sudah
diperkenalkan kepada agama Islam, ia menjadi anak yang cerdas dan taat
beribadah.
Pada
masa mudanya, ia melihat kehidupan masyarakat yang menderita diakibatkan musim
peceklik yang berkepanjangan, ditambah lagi penarikan pajak kerajaan yang
semakin mencekik leher. Namun di sisi,
di Kadipaten tempat Sahid tinggal seakan tak mau memperdulikan mereka.
Gelora jiwa Raden Sahid pun meledak. Suatu hari ia menghadap ayahnya (Adipati
Tuban).
Raden Sahid : “Rama Adipati, rakyat tahun ini sudah semakin sengsara karena
panen banyak yang gagal. Mengapa mereka masih harus membayar pajak ? Apakah
hati nurani Rama tidak merasa kasihan atas penderitaan mereka ?”.
Adipati Wilatika : (menatap tajam, menghela nafas)
“Sahid anakku, saat ini pusat Majapahit sedang membutuhkan dana yang sangat
besar. Aku ini hanyalah bawahan Sang Prabu, apalah dayaku menolak tugas yang
dibebankan kepadaku! Tidak hanya kadipaten ini, kadipaten-kadipaten lain pun
sama.”.
Raden Sahid : “Tapi, Mengapa harus rakyat yang jadi korban !”
Adipati Wilatika : (mukanya merah, matanya melotot
tajam, tanda sedang marah besar)
Ibu Wilatika : “anakku, kau masih muda belum mampu untuk memikirkan hal
ini. Ayahmu benar, pajak yang dipungut untuk kepentingan Majapahit yang sedang
membutuhkan dana besar.”.
Raden Sahid : (sambil bersungut, merunduk dan mengundurkan diri)
ADEGAN
II
Setiap
malam Raden Sahid mengumandangkan ayat-ayat suci al-qur’an. Namun, malam ini
disaat penjaga tertidur, ia masuk ke gudang untuk mengambil bahan makanan,
Kemudian dibagikan kepada rakyat yang sangat membutuhkan. Tanpa ada yang
mengetahui. Rakyat kaget senang bercampur girang.
Anak laki-laki :(menangis)”Ma, saya sangat lapar ! sudah lima
hari kita belum makan.”
Ibu :
“nak, Ibu lagi masak, belum matang, tunggu saja. Sebaiknya kita berdoa saja
sama Alloh, mudah mudahan Alloh mengabulkan do’a kita.”
Anak laki-laki :(mengangkat tangan, berdoa, menangis)
Anak prm : (bangkit dari tidur) ”ma, mama masak apa sih? Ko nggak
mateng-mateng ?
Ibu :
“sebaiknya kamu tidur lagi sana ! nanti kalau suda matang mama bangunin”.
Anak laki-laki : (mendekati adiknya yang masih bayi, menangis) “ma, adik ku ma.
Ma, adikku”
Ibu :
(mendekat) “Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.
Bapak :
(masuk, membawa bungkusan daging) “Assalamu’alaikum, lihat bapak bawa
makanan, ayo kita masak !”
Ibu dan anak : (serempak) “wa’alaikum salam”
Anak Prm : (mendekati bapak, membawa bungkusan) “Bapakku, adikku mati
pak, bapak nggak pulang-pulang”
Bapak :
“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Hidup dan mati itu sudah ditentukan
oleh Alloh, manusia tinggal melaksanakan .
Ibu :
“tunggu dulu ! itu daging darimana ? di musim paceklik seperti ini, sulit
kiranya menemukan orang yang mau membantu. Jawab pak !”
Bapak :
(menjawab ragu) “em, em dari, dari. Daging tikus”
Ibu :
“buang ! buang daging itu. Walau kita orang miskin, tapi iman kita jangan
sampai lepas.”.
Anak Prm : (pergi membuang daging, menemukan sebungkus nasi) “Alhamdulillah,
mak, pak ada makanan”.
Ibu Bapak : (serempak ) “Alhamdulillahirobbil’alamin”
Bapak :
“Ayo kita makan bersama” (memimpin do’a akan makan)
ADEGAN
III
Penjaga
gudang kaget dan hatinya kebat-kebit, Soalnya pajak yang berupa bahan makanan
semakin hari semakin berkuran. Suatu malam ia mengintip gudang, dan ternyata
yang mencuri bahan makanan adalah Raden Sahid putra Adipati junjungannya
sendiri. Akhirnya, Raden Sahid dilaporkan ke ayahnya Adipati Wilatika.
(Raden Sahid
ditangkap, dibawa kehadapan ayahnya)
Adipati Wilatika:“sungguh memalukan
sekali perbuatanmu itu ! Kurang apakah aku ini, benarkah aku tak menjamin kehidupanmu
di istana ini ? Apakah aku pernah melarangmu makan sekenyang-kenyangnya di
istana ini? Atau aku tidak pernah memberimu pakaian? Mengapa kau lakukan
perbuatan tercela itu?
Raden Sahid : (diam, merunduk, menetes air mata)
Ibu Wilatika : “Aku tak habis pikir, anakku sampai melakukan perbuatan yang
keji ini !”
Adipati Wilatika:”Siapapun yang telah
berbuat salah, dia harus dihukum. Penasehat, hukuman apa yang pantas untuk
anakku ?”.
Penasehat :”Di dalam islam hukuman untuk pencuri adalah potong
tangan”.
Ibu Wilatika : (terkejut) “Potong tangan, (menangis) Kanda, sulit kiranya
saya menerima putra kita dihukum potong tangan ! Atas nama ibu yang telah
melahirkan Sahid, aku minta jangan dihukum potong tangan.”.
Penasehat : “keputusannya ada di tangan Adipati”.
Adipati Wilatika:”Keputusannya, Sahid
dihukum cambuk 200 kali. Dan dipenjara di dalam kamar”.
Raden Sahid : (menjulurkan tangannya)
Penasehat :(mengambil rotan dan mencabuknya)
ADEGAN
IV
Setelah
Raden Sahid menjalani hukuman, beliau tetap pada pendiriannya yaitu membantu
faqir miski. Suatu ketika beliau mengenakan topeng khusus dan baju warna hitam,
kemudian merampok harta orang kaya yang pelit (bakhil) dan para pejabat
kadipaten yang korupsi. Hasil rampokannya dibagi-bagikan kepada faqir miskin
dan orang yang sedang menderita. Namun, ada orang jahat yang memanfaatkan
penyamaran Raden Sahid.
Perampok1 : “Jangan bergerak ! atau aku bacok kau !
dimana kau simpan emas ?
Ibu tua : “em, em, aku tidak punya emas !”
Perampok2 : “Bohong kau! Cepat emasmu dimana?
Ibu tua :(memberi isyarat dengan kepala)
“di kamar”.
Pak tua : (teriak) “Tolong, tolong, tolong
kami ! kami dirampok”.
(melihat
ada Raden Sahid perampok pergi)
Raden Sahid : (lari, melompat mengejar perampok, namun
tidak tertangkap)
Pak tua : “tolong, tolong, tolong. Kami dirampok. Tolong kami
dirampok !”
Rakyat : (memukuli kentongan dan mendatangi pak tua)
Rakyat1 : “mau kemana kau ! tangkap dia !”
(Semua rakyat mengejar, Raden sahid
akhirnya tertangkap dan dibawa ke kepala desa)
Rakyat2 : “bunuh saja perampoknya! Bunuh, bunuh”. (semua rakyat
bilang bunuh)
ADEGAN
V
Niat
baik tidak selamanya berbuah baik. Itulah yang dialami Raden Sahid. Beliau
hampir dihakimi rakyat akan dibunuh. Namun, Alloh akan selalu melindungi
hambanya yang berbuat kebaikan.
Rakyat3 :”hai rakyat! Mending kita bunug,
setuju!”
Rakyat : “setuju, setuju, setuu. Bunuh,
bunuh, bunuh”
Rakyat4 :”Diam! Kita jangan main hakim sendiri. Kita serahkan saja
kepada kepala desa, pimpinan kita! Setuju ?”
Rakyat :”setuju.,,”
Kepala Desa : (mengangkat dua tangan mendiamkan rakyat)“Ada apa ini ribut-ribut?”
Rakyat5 :”Ada perampok pak! Kami minta hukum saja perampok ini,
setuju !”
Rakyat :”setuju,,,”
Kepala Desa :”Diam, diam. Untuk masalah hukuman itu gampang. Yang penting
kita harus tahu, siapakah perampok ini sebenarnya!” (membuka topeng Sahid)
(kepala desa dan semua rakyat
tercengan meliha yang bertopeng adalah Raden Sahid)
Kepala Desa : “sudah, untuk masalah ini biar saya yang menyelesaikan dangan
Adipati junjungan kita. Sekarang, pulanglah kalian ke rumah masing-masing!”.
ADEGAN
VI
Raden
Sahid secara diam-diam dibawa oleh kepala desa ke istana kadipaten Tuban untuk
dihadapkan kepada orang tuanya sendiri. Melihat hal itu, Adipati Wilatika naik
pitam mengetahui anaknya berbuat keji lagi. Akhirnya, Raden Sahid diusir dari wilayah Kadipaten
Tuban.
Kepala desa :(memberi salam hormat) “Tuanku Adipati, saya mendapat laporan
dari rakyat kami bahwa Raden Sahid telah merampok. Karena ini putra engkau,
engkaulah yang berhak memberi keputusan!”.
Adipati Wilatika: “Sahid anakku!
Apakah di dalam agama islam diajarkan mencuri, merampok, berbuat keji? Aku
sudah tidak tahu lagi bagaimana cara aku mendidikmu?”.
Ibu Wilatika : “Aku tidak sudi punya anak pencuri, perampok. Aku minta, keluar
kau dari istana ini! Pergi kau jauh-jauh!. Dan jangan kembali sebelum kau dapat
mengguncangkan kadipaten ini dengan bacaan ayat-ayat suci alqur’an!”.
Raden Sahid : “Baiklah kalau itu permintaan ayahanda dan bunda, aku akan
pergi. Maafkan kesalahan Sahid! Aku akan pergi mencari guru sejati!”
Adik Sahid : “Ka, kak sahid. Janganlah bersedih. Dewi yakin kakak berada
dalam kebenaran. Dan kakak juga pernah bilang, Alloh pasti bersama orang-orang
yang sabar, innal loha ma’ashobirin.”.
Raden Sahid :(meminta salaman kepada keluarga)
Adik Sahid : “Kak, tunggu saja. Saya akan menyusul kaka.”.
Raden
sahid berjalan menyusuri semak-semak belukar, naik turun gunung ia lakukan
siang dan malam untuk mencari “Guru Sejati”. Ia mengetahui bahwa hanya Guru
sejatilah yang akan membimbing jasmani dan rohani menuju keselamatan di dunia
dan di akhirat.
EPISODE
PENDIDIKAN
JIWA
ADEGAN I
Hari
berganti bulan, bulanpun berganti tahun, akhirnya ia menetap di hutan
Jatiwangi. Dikeheningan malam Raden Syahid bermuhasabah amal yang telah
dilakukan serta memanjatkan doa ke-Hadirat yang Kuasa. Maka terdengarlah bisikan
di dalam nur salah satu min jami’il aulia. Raden Sahid terngiang-ngiang di
dalam hati sanubarinya, yang akhirnya dapat bertemu dengan salah satu wali
Alloh.
R. Syahid : Assalamua’aikum warohmatullohi wabarokatuh
S. Bonang : Wa’alaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh
R. Syahid : Maaf kanjeng, apa boleh saya bertanya ?
S. Bonang : Oh..... boleh kisanat. Ada apa ?
R. Sahid : Kanjeng belum begitu tua, mengapa sudah memakai tongkat.
S. Bonang : Yah... he hemm. Sekedar untuk penunjuk jalan, lebih-lebih
kalau hari sudah mulai gelap, he.. he...
R. Syahid : Boleh saya melihat tangkainya ?
S. Bonang : Ada apa... ada apa dengan tangkai tongkat saya ? Bukankah
kisanat sudah melihat dengan jelas !
R. Syahid : Saya ingin melihat tongkat yang kanjeng genggam itu, apa
terbuat dari emas ?
S. Bonang : Eh.. emm mm .... nanti setelah melihat, kisanat ingin
memilikinya.
R. Syahid : Tidak, saya cuma ingin melihat.
S. Bonang : Jadi, kisanat sedang mencari tongkat bertangkai emas ?
R. Syahid : Ia kanjeng.
S. Bonang : Oh ho...... Sebaiknya tidak usah, nanti timbul keinginan
untuk memiliki yang bukan miliknya sendiri.
:
Astaghfirullohal’adim he...eh...he (menangis)
R. Syahid : Maaf kanjeng ini tongkatnya !
S. Bonang : Saya bukan menangisi tongkat itu, tapi coba lihat ini. Saya
telah mencabut nyawa rumput ini. Saya jadi pembunuh. Eh he, he,....., betapa
besar dosa saya kisanat Eh he, he,....., lailahaillalloh
muhammadurrosululloh.
Kalau
kalian ingin benda ?
R. Syahid : Benda apa ?
S. Bonang : itu.......... (sambil menjulurkan tongkat ke buah
kolang-kaling)
Benda
itu lebih berharga dari tongkat ini, dengan emas-emas itu kisanat bisa berbuat
apa saja, apa yang kisanat inginkan sudah di depan mata. Dapatkanlah selagi
Allah memberi kesempatan. Ambilah dan gunakanlah dengan sebaik-baiknya !
ADEGAN
II
Sungguh
sangat mengagumkan, tongkat sakti yang bertangkal emas dapat membuat
kolang-kaling menjadi emas. Namun, Raden Syahid tidak tergiur akan kemegahan
dunia, karena kehidupan dunia hanya sementara-dan kehidupan akhiratlah kehidupan
yang abadi. Beliau terus mencari menuju Sang Sunan yang mempunyai tongkat itu,
dan berkehendak untuk menjadi muridnya serta menginginkan untuk mendapat
wejangan-wejangan yang bermanfaat di dunia dan di akhirat.
R. Syahid : Maaf Kanjeng
S. Bonang : Ada apa kisanat ? Mana
kolang-kalingnya ?
R. Sahid : Bukan, bukan itu yang saya inginkan
kanjeng.
S. Bonang : Kalau begitu, kisanat menginginkan
tongkat bertangkai ini ?
R. Sahid : Saya ingin diwejang ilmu yang
kanjeng miliki.
S. Bonang : Misalkan air laut dijadikan tinta dan daun-daun diseluruh
jagat ini dijadikan kertasnya, masih belum cukup untuk menuliskan ilmu Allah
itu kisanat.
R. Syahid : Tidak sebanyak itu yang mau saya tuntut. Saya cuma perlu
satu titik, titik ba’ itu kanjeng.
S. Bonang : Baiklah kisanat. Tinggal
di sini sampai saya kembali. (meletakan tongkatnya).
R. Syahid : Nestoaken dawuh kanjeng romo
ADEGAN
III
Allah menidurkan hamba, sebagaimana Allah
telah menidurkan Ashabulkahfi. Berbulan-bulan Raden Syahid duduk di
tepian sungai, menunggu tongkat bertangkai emas milik Sunan Bonang -sebagai
ujian kepatuhan seorang murid kepada gurunya. Di depan beliau berlalu-lalang
masyarakat yang memanfaatkan transportasi perahu, hingga orang-orang
menjulukinya sebagai penjaga kali.
Rakyat-1 : Loh, kae agi ngopo ?
Rakyat-2 : Lah wong patung ko.
Rakyat-3 : Nek patung yo ra iso bergerak.
Rakyat-4 : Opo iyo, Cuba gateke sing bener, ono
ambekan opo ora ?
Rakyat-5 : loo, iyo iku wong wong wis sue
banget
Rakyat-6 : Wong iku sing jaga kali yo mas ?
Rakyat-7 : yo bener sing jaga kali
ADEGAN IV
Atas pertolongan Allah, Raden Syahid
dapat melalui ujian. Sunan Bonang kembali menemui muridnya di tepian sungai.
Segala sesuatu jika dilaksanakan dengan penuh rasa ikhlas serta hanya mengharap
rido Allah Swt. insa Allah dapat meningkatkan derajat disisi-Nya.
S.
Bonang : Assalamu’alaikum Wr.Wb (komat)
ADEGAN V
Jalan
menuju pendekatan kepada Allah Swt. ialah jumenenge iman ingsun, qolb mangli
ing lenglengan telenge jejantung sing dadi lajere urip tempat pasebanane poro
makhluk jin, setan lan siluman. Setan yang akan membawa kita kepada keburukan-
maka harus dipupus habis. Hati kita mesti bersih, bersih seperti baitulloh.
S. Bonang : Jiwamu belum bersih, harus seperti apa yang dikatakan
“liring sepuh sepi howo hingkang sifat wisesowus” masih harus ditempah lagi.
Dikubur hidup-hidup.
R.
Syahid : Sendiko dawuh kanjeng
sunan. Kulo pasrah
ADEGAN VI
Raden
Syahid dikubur hidup-hidup-untuk menghilangkan nafsu yang membawa kita
keperbuatan dosa.
S. Bonang : Jumeneng nyawa ningsung nafsul mutmainnah ma’rifatulloh.
Assalamu’alaikum wr.wb.
R.
Syahid : Wa’alaikum wr.wb.
Bismillahirrohmanirrohim.
Allohulailaha illa hua. Ala bizikrillahi tatmainnal qulub. Alloh, Allohu, Hu Allaoh.
ADEGAN
VII
Saat
bahagia bagi Raden Syahid, yang selama ini dikenal orang sebagai penjaga kali,
ada juga yang menyebutnya kali jaga. Beliau dilantik menjadi mubaligh serta
menjadi bagian dari “Wali Songo” untuk menyebarkan agama Islam di tanah jawa.
S. Bonang : Assalamu’alaikum wr.wb.
R. Syahid : Wa’alaikum wr.wb.
S. Bonang : Mulai hari ini, kami bisa mempercayakan engkau sebagai
mubaligh, sebagai penyebar agama Islam di seluruh jagat. Untuk melengkapi
ilmumu kisanat, pelajarilah semua ini. Bersihkan tubuhmu sambil berdoa dan
bacalah al-Qur’an 7x khatam.
R. Syahid : Alhamdulillahirobbil’alamin
EPISODE
DAKWAH
ISLAM
Suatu ketika Rakyat
setempat mengalami bencana kekeringan. Rakyat pun melakukan berbagai cara untuk
menurunkan hujan, namun hujan belum juga turun. Maka, datanglah Sunan Kalijaga.
Rakyat-1 : Hai ruh dari segala jenis, diseluruh
jagat jagat raya.
Rakyat-2 : Hu ha-ha, hu haha, turunkan hujan-
turunkan hujan.
Rakyat-3 : upaan sirna cahya sehut cahut, oooh hujan turunlan
turuuun.
Rakyat-4 : Oh penguasa jagat raya, kupersembahkan gadis ini sebagai
penarik hujan oh hujan.
S. Kalijaga : Untuk apa penyiksaan ini dilakukan.
Ketua Rakyat : Ini bukan penyiksaan, upacara ini didoakan untuk minta turun
hujan.
S. Kalijaga : Apa tidak ada cara lain- untuk menurunkan hujan.
Ketua Rakyat : Cara ini yang biasa dilakukan- sudah tiga kali- namun hujan
belum turun juga. Apa kisanat bisa
S. Kalijaga : Kalau diijinkan Allah. Tapi hentikan penyiksaan ini!
Rakyat-5 : Boleh tapi tanggung akibatnya. Dia mau menyaingi kita
dalam hal minta hujan.
S. Kalijaga : A’udzubillahiminassaitonirrojim Bismillahirrohmanirrohim.
Rakyat-6 : Mana, mana, tidak terbuktikan
Ketua Rkyt : Terimakasih kisanat, terimakasih.
:
ini sesajian serta pedupa, buang semuanya tak ada gunanya . ternyata tuhan
tidak perlu sesaji, tumbal
Atas izin Alloh Hujan
turun dengan membawa berkah. Hanya Allohlah yang berkuasa di atas
segala-galanya. Alloh selalu bersama orang-orang yang sabar. Sunan Kalijaga
telah menjadi Kekasih Alloh sehingga lewat perjuangannya Islam dapat tersebar
luas di pulau Jawa yang tercinta ini. Allohuma Amin.
0 komentar:
Posting Komentar