BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Ilmu Pengetahuan Alam
sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA
menjadi penting. Tetapi Pengajaran IPA yang bagaimakah yang paling tepat untuk
anak-anak ?.Oleh karena struktur
kognitif anak-anak tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuwan,
padahal mereka perlu diberikan kesempatan untuk berlatih
keterampilan-keterampilan proses IPA sebab diharapkan akhirnya mereka berfikir
dan memiliki sikap ilmiah maka pengajaran IPA dan keterampilan proses IPA untuk
mereka hendaknya dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya.
Sebagaimana yang didefinisikan oleh Paolo dan Marten (Sarini M Iskandar: 1997).
a) Mengamati apa yang
terjadi, (b) Mencoba memahami apa yang diamati, (c) Mempergunakan pengetahuan
baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, (d) Menguji ramalan-ramalan
dibawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar.
Sebagaimana penjelasan
di atas, maka guru harus mempunyai inovasi baru dalam proses pembelajaran agar
siswa mampu menguasai materi yang diberikan sesuai dengan perkembangan struktur
kognitif anak kelas V (lima). Pada metode discovery, situasi belajar mengajar
berpindah dari situasi teacher dominated learning menjadi situasi student
dominated learning. Dengan pembelajaran menggunakan metode discovery, maka cara
mengajar melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat
dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar
sendiri.
Proses pembelajaran
harus dipandang sebagai suatu stimulus atau rangsangan yang dapat menantang
peserta didik untuk merasa terlibat atau berpartisipasi dalam aktivitas
pembelajaran. Peranan guru hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing atau
pemimpin pengajaran yang demokratis, sehingga diharapkan peserta didik lebih
banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan masalah
atas bimbingan guru.
IPA didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan
yang tersusun secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya
fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah
dan pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat IPA.
Secara rinci hakikat IPA menurut Bridgman (dalam
Lestari, 2002: 7) adalah sebagai berikut:
1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu
dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka.
2. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu
cara untuk dapat memahami konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji
kebenarannya.
3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi
penting dalam IPA bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki
keteraturan. Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai
peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.
4. Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu
berkembang ke arah yang lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan
kelanjutan dari penemuan sebelumnya.
5. Universalitas; kebenaran yang ditemukan
senantiasa berlaku secara umum.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
hakikat IPA merupakan bagian dari IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh
melalui suatu proses dengan menggunakan
metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil
(produk).
B. Metode Pembelajaran Discovery
Discovery dapat
berarti:penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik berupa alat ataupun gagasan
yang diciptakan oleh seseorang ataupun serangkaian ciptaan beberapa indovidu (http://id.wikipedia.org).
Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode
mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh
pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan,
sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan)
kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat
menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri.
Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat
dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa
konsep atau prinsip.
Menurut David P. Ausubel yand dikutip oleh Tim MKPBM
(2001: 171), belajar dibedakan menjadi: belajar dengan menerima (reception learning) dan belajar melalui
penemuan (discovery learning).
1. Belajar
dengan menerima (reception learning)
Belajar dengan
menerima, materi yang disajikan kepada siswa lengkap sampai bentuk akhir yang
berupa rumus atau pola bilangan.
2. Belajar
melalui penemuan (discovery learning)
Pada belajar dengan penemuan, bentuk akhir yang
berupa rumus, pola atau aturan-aturan yang lain harus ditemukan oleh siswa
sendiri. Proses penemuannya dapat dilakukan oleh siswa sendiri atau dapat pula
dengan bimbingan guru.
Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang
mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada
generalisasi. Sedangkan Bruner menyatakan bahwa anak harus berperan aktif
didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan
melalui suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang
dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu
konsep atau prinsip.
Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu
mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara
lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini
siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru
hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah
suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui
tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar
anak dapat belajar sendiri.
Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode
pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam
proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing
dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur,
algoritma dan semacamnya.
Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan
masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2)
berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk
menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Blake et al. membahas tentang filsafat penemuan yang
dipublikasikan oleh Whewell. Whewell mengajukan model penemuan dengan tiga
tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi; (2) menarik kesimpulan secara induksi; (3)
pembuktian kebenaran (verifikasi).
Langkah-langkah pembelajaran discovery adalah
sebagai berikut:
1.
identifikasi kebutuhan siswa;
2.
seleksi pendahuluan terhadap
prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan;
3.
seleksi bahan, problema/
tugas-tugas;
4.
membantu dan memperjelas tugas/
problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa;
5.
mempersiapkan kelas dan alat-alat
yang diperlukan;
6.
mengecek pemahaman siswa terhadap
masalah yang akan dipecahkan;
7.
memberi kesempatan pada siswa untuk
melakukan penemuan;
8.
membantu siswa dengan informasi/
data jika diperlukan oleh siswa;
9.
memimpin analisis sendiri (self
analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah;
10.
merangsang terjadinya interaksi
antara siswa dengan siswa;
11.
membantu siswa merumuskan prinsip
dan generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di
sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini
disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara
belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang
dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak
mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan
pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam
situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak
belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan
sendiri; (5) siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema
yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata.
Beberapa keuntungan belajar discovery yaitu: (1)
pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat; (2) hasil belajar discovery mempunyai
efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; (3) secara menyeluruh
belajar discoverymeningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk
berpikir bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih
keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah
tanpa pertolongan orang lain.
Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh Suherman, dkk
(2001: 179) sebagai berikut:
1.
siswa aktif dalam kegiatan belajar,
sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir;
2.
siswa memahami benar bahan
pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh
dengan cara ini lebih lama diingat;
3.
menemukan sendiri menimbulkan rasa
puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat
belajarnya meningkat;
4.
siswa yang memperoleh pengetahuan
dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai
konteks;
5.
metode ini melatih siswa untuk lebih
banyak belajar sendiri.
Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery (penemuan)
juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya membutuhkan waktu belajar yang
lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan
tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan
mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat.
Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS)
yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai.
Metode discovery (penemuan) yang mungkin dilaksanakan pada
siswa MI adalah metode penemuan terbimbing. Hal ini dikarenakan siswa MI masih
memerlukan bantuan guru sebelum menjadi penemu murni. Oleh sebab itu
metode discovery (penemuan) yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah metode discovery (penemuan) terbimbing (guided
discovery).
Metode penemuan terbimbing sering disebut metode discovery, dalam metode
penemuan terbimbing, para siswa diberi bimbingan singkat untuk menemukan
jawabannya. Harus diusahakan agar jawaban atau hasil akhir itu tetap ditemukan
sendiri oleh siswa Suyitno, 2004:5). Jika siswa belajar menemukan sesuatu
dikatakan ia belajar melalui penemuan. Bila guru mengajar siswa tidak dengan
memberitahu tetapi memberikan kesempatan atau berdialog dengan siswa agar ia
menemukan sendiri, cara guru mengajar demikian disebut metode penemuan
(Ruseffendi,1980)
Metode penemuan merupakan komponen dari suatu bagian praktik pendidikan
yang seringkali diterjemahkan sebagai mengajar heuristik, yakni suatu jenis
mengajar yang meliputi metode-metode yang dirancang untuk meningkatkan
rentangan keaktifan siswa yang lebih besar, berorientasi kepada proses,
mengarahkan pada diri sendiri, mencari sendiri, dan refleksi yang sering muncul
sebagai kegiatan belajar. Metode penemuan adalah poses mental dimana siswa
mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud
adalah mengamati, mencerna, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan,
mengukur dan membuat kesimpulan.
Metode
penemuan sebagai metode belajar mengajar digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar dengan tujuan sebagai berikut:
- Meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif
dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar.
- Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur
hidup.
- Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai
satu-satunya sumber informasi yang diperlukan oleh para siswa.
- Melatih para siswa mengeksplorasi atau
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber informasi yang tidak pernah tuntas
digali.
Kata penemuan sebagai metode mengajar merupakan penemuan yang dilakukan
oleh siswa. Siswa menemukan sendiri sesuatu yang baru, ini tidak berarti yang
ditemukannya benar-benar baru, sebab sudah diketahui oleh orang lain (Suyitno,
2004:5). Metode Discovery memungkinkan para siswa menemukan sendiri informasi-informasi
yang diperlukan untuk mencapai tujuan instruksional. Ini berarti berpengaruh
terhadap peranan guru sebagai penyampai informasi kearah peran guru sebagai
pengelola interaksi belajar mengajar kelas. Ditandai pula bahwa metode penemuan
tidak terlepas dari adanya keterlibatan siswa dalam interaksi belajar mengajar.
C. Proses Belajar Mengajar IPA
Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi
semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama
lainnya saling berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai
tujuan (Usman, 2000: 5).
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingka
laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang
setelah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik
aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari
tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman,
2000: 5).
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan
tanggungjawab moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa
dalam kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan
anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.
Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari
proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama.
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian
perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan
timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi
berlangsungnya proses belajar mengajar (Usman, 2000: 4).
Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama
Islam, proses belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan
kegiatan perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi program
tindak lanjut (dalam Suryabrata, 1997: 18).
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
proses belajar mengajar IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari
perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut
yang berlangsung dalam situasi edukatif
untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran IPA.
D.
Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
Motif adalah daya dalam diri seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan sesuatu, atau keadaan seserang atau organisme yang
menyebabkan kesiapan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau
perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif
menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri
individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai
tujuan tertentu (Usman, 2000: 28).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 114) motivasi
adalah suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk
aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi
sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar
tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Nur (2001: 3) bahwa siswa yang termotivasi dalam belajar sesuatu
akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi
itu, sehingga siswa itu akan meyerap dan mengendapkan mateti itu dengan lebih
baik.
Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong
seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
2.
Macam-macam Motivasi
Menurut
jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Motivasi Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam individu, apakah karena adanya ajakan,
suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian
akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar (Usman, 2000: 29).
Sedangkan
menurut Djamarah (2002: 115), motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri
individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Winata (dalam Erriniati, 1994: 105) ada
beberapa strategi dalam mengajar untuk membangun motivasi intrinsik. Strategi
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Mengaitkan
tujuan belajar dengan tujuan siswa.
2) Memberikan kebebasan dalam memperluas materi
pelajaran sebatas yang pokok.
3) Memberikan
banyak waktu ekstra bagi siswa untuk mengerjakan tugas dan memanfaatkan sumber
belajar di sekolah.
4) Sesekali
memberikan penghargaan pada siswa atas pekerjaannya.
5) Meminta
siswa untuk menjelaskan hasil pekerjaannya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi
instrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya
maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi
dari luar dirinya.
b. Motivasi Ekstrinsik
Jenis
motivasi ini timbul sebagai akibat
pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan
dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan
sesuatu atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh oleh
orang tuanya agar mendapat peringkat pertama dikelasnya (Usman, 2000: 29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 117), motivasi ekstrinsik adalah
kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang
aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Beberapa cara membangkitkan motivasi
ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik antata lain:
1)
Kompetisi
(persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan diantara siswanya untuk
meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang
telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain.
2)
Pace Making (membuat tujuan sementara atu dekat): Pada
awal kegiatan belajar mengajar guru, hendaknya terlebih dahulu menyampaikan
kepada siswa TIK yang akan dicapai sehingga dengan demikian siswa berusaha untuk
mencapai TIK tersebut.
3)
Tujaun yang
jelas: Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan,
makin besar nilai tujuan bagi individu yang bersangkutan dan makin besar pula
motivasi dalam melakuakan sesuatu perbuatan.
4)
Kesempurnaan
untuk sukses: Kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan
kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa efek yang
sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada
anak untuk meraih sukses dengan usaha mandiri, tentu saja dengan bimbingan
guru.
5)
Minat yang
besar: Motif akan timbul jika individu memiliki minat yang besar.
6)
Mengadakan
penilaian atau tes. Pada umumnya semua siswa mau belajar dengan tujuan
memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan bahwa banyak siswa
yang tidak belajar bila tidak ada ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan
bahwa lusa akan diadakan ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan
menghafal agar ia mendapat nilai yang baik. Jadi, angka
atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi siswa.
Dari uraian di atas diketahui bahwa motivsi
ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar individu yang berfungsinya
karena adanya perangsang dari laur, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai
nilai yang tinggi, dan lain sebagainya.
E. Prestasi
Belajar IPA
Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu
yang belajar. Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang
baik menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang
dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah.
Menurut Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai
(dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil
pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian
kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa
prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang
dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil
belajar tersebut dapat diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar.
Penilaian diadakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti
pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh
mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapt diartikan
bahwa prestasi belajar IPA adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan
secara langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses
belajar mengajar IPA.
F. Hubungan Motivasi dan Prestasi Belajar
Terhadap Metode pembelajaran Penemuan
(discovery)
Motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong
seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertetntu. Siswa yang
termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih
tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan
materi itu dengan lebih baik (Nur, 2001:
3). Sedangkan prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa dengan
melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan
kegiatan belajar.
Sedangkan
metode pembelajaran penemuan (discovery) adalah suatu metode
pembelajaran yang memberikan kesempatan dan menuntut siswa terlibat secara
aktif di dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan memberikan informasi singkat
(Siadari, 2001: 7). Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan
(discovery) akan bertahan lama, mempunyai efek transfer yang lebih baik dan
meningkatkan siswa dan kemampuan berfikir secara bebas. Secara umum belajar
penemuan (discovery) ini melatih keterampilan kognitif untuk menemukan dan
memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Selain itu, belajar
penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk bekerja
sampai menemukan jawaban (Syafi’udin, 2002: 19).
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
dengan adanya motivasi dalam pembelajaran
model penemuan (discovery) tersebut maka hasil-hasil belajar akan menjadi
optimal. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula
pelajaran itu. Dengan motivasi yang tinggi maka intensitas usaha belajar siswa
akan tingi pula. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intesitas usaha
belajar siswa. Hasil ini akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
G.
Hipotesis Tindakan
Metode discovery adalah salah satu metode dalam
pembelajaran IPA. Berdasarkan deskripsi tersebut di atas, maka hipotesis
tindakan ini adalah: penggunaan metode discovery dapat meningkatkan motivasi
dan prestasi siswa kelas V MI Ma’arif Kedungsari pada mata pelajaran IPA”.
Namun hal tersebut masih sebatas dugaan sementara belum terbukti secara
teoritis. Untuk membuktikan kevaliditasnya akan dibahas dalam bab selanjutnya
0 komentar:
Posting Komentar